Home Politik Tabur Bunga di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Aktivis: Demokrasi Mati, Jokowi Lebihi Otoriternya Soeharto

Tabur Bunga di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Aktivis: Demokrasi Mati, Jokowi Lebihi Otoriternya Soeharto

Yogyakarta, Gatra.com - Sejumlah aktivis dan lembaga pegiat demokrasi di Yogyakarta atas nama Forum Cik Di Tiro menggelar demonstrasi di depan Gedung Agung, Istana Kepresidenan di Yogyakarta, Senin (15/1). Mereka menabur bunga di Istana Kepresidenan sebagai simbol matinya demokrasi di era Presiden Joko Widodo.

Inisiator Forum Cik Di Tiro, Masduki, mengatakan bahwa mereka adalah perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta. Mereka berziarah ke Istana Presiden karena berduka atas situasi saat ini.

"Matinya demokrasi substansial di Indonesia, matinya etika politik, matinya keadaban bernegara, dan datangnya rezim yang melebihi otoriterisme Soeharto," kata Masduki.

Forum Cik Di Tiro terdiri atas Pusham UII, Masyarakat Peduli Media, AJI Yogyakarta, ICM, Gerakan Save KPK – Jogja, Jala PRT, SP Kinasih, PUKAT FH UGM, Caksana Institute, LKiS, Forum LSM DIY, JCW, Lingkar Keadilan Ruang, Combine / CRI, dan Suarkala.

Selain itu ada LHKP PP Muhammadiyah, Warga Berdaya, IDEA, FNKSDA, KHM DIY, LBH Pers Yogya, Rifka Annisa, Aliansi Rakyat Bergerak, SIGAB Indonesia, LBH Yogyakarta, dan Lembaga Advokasi Yogyakarta.

Aksi dimulai di Kantor PP Muhammadiyah di Jalan Ahmad Dahlan, lalu berjalan menuju Istana Kepresidenan di kawasan Malioboro. Di sana mereka menaburkan bunga sebagai simbol matinya demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia.

Forum Cik Di Tiro menilai Gedung Agung terancam menjadi ‘makam besar’ demokrasi karena selama 10 tahun rezim Jokowi, gedung ini menjadi saksi kiprah presiden dengan berbagai kebijakan yang mematikan demokrasi.

"Hari ini kami memilih ziarah ke Gedung Agung, Istana Presiden, simbol kekuasaan politik yang mati, ketika penghuni utamanya telah berubah dari manusia menjadi monster," kata Masduki.

Forum tersebut juga menyoal majunya putra Jokowi di Pilpres 2024. "Kaos hitam yang kami pakai, selain pertanda duka dan simbol kesedihan, juga menjadi energi untuk perlawanan jiwa, nurani, pikiran atas ketamakan kekuasaan tiga periode lewat campur tangan berlebihan dari Jokowi lewat calon Wapres Gibran Rakabuming Raka," lanjut Masduki.

Forum Cik Di Tiro menilai rezim Jokowi telah melahirkan berbagai regulasi yang melanggar HAM, merampas ruang hidup, dan mengekang kebabasan warga sipil, serta tidak memberikan dukungan signifikan terhadap pemberantasan korupsi melalui revisi UU KPK.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, yang berorasi di aksi ini sepakat bahwa demokrasi di Indonesia telah mati.

Menurut dia, ada tiga indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kualitas demokrasi di Indonesia, yaitu kebebasan kritis di ruang publik, oposisi di parlemen, dan sistem pemilu. 

"Sudah sejak beberapa tahun yang lalu Indonesia tidak lagi memiliki ruang publik untuk kritis dan protes. Indonesia juga sudah tidak lagi memiliki ruang politik untuk oposisi di parlemen, sehingga kebijakan yang merugikan rakyat bisa disahkan begitu saja. Sekarang, sistem pemilu kita pun sudah rusak," kata Usman.

93